Sejak ribuan tahun yang lalu, manusia telah mengembangkan waduk untuk berbagai kepentingan. Pada tahun lima puluhan kurang lebih 45.000 bendungan besar telah dibangun di seluruh dunia. Di Indonesia sejak tahun 1990 sampai saat ini telah dibangun lebih dari 120 buah bendungan besar. Lebih dari 90% diantaranya bendungan tipe urugan. Tipe bendungan berdasarkan material konstruksinya ada dua kelompok yaitu jenis bendungan beton dan bendungan urugan.

Berita runtuhnya Situ Gitung pada tanggal 27 Maret 2009 dengan korban jiwa lebih dari 100 jiwa, telah menghentakkan kita semua. Sementara Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Sumber Daya Air telah mencanangkan kegiatan yang terkait dengan Keamanan Bendungan di Indonesia, sehingga peristiwa jebolnya Bendungan Situ Gintung yang mengalami kegagalan bendungan tidak terulang kembali. Peristiwa jebolnya Bendungan Situ Gintung merupakan kegagalan dalam kegiatan pemeliharaan bendungan. Dalam kegiatan pemeliharaan waduk, terdapat kegiatan yang menjadi fungsi utama, yaitu penilaian kondisi bendungan agar kondisi bendungan sebagai bangunan utama dapat terpantau dan terjaga. Dari peristiwa Jebolnya Situ Gintung itu juga menunjukkan pentingnya adanya prosedur rencana tindak darurat untuk kinerja operasional dan keamanan bendungan di Indonesia. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumanahan Rakyat Republik Indonesia No 27/PRT/M/2015 tentang Bendungan, menyebutkan bahwa pembangunan bendungan dan pengelolaan bendungan beserta waduknya, harus dilaksanakan berdasarkan pada konsepsi keamanan bendungan dan kaidah-kaidah keamananan bendungan yang tertuang dalam berbagai norma, standar, pedoman, dan manual untuk meningkatkan kemanfaatan fungsi sumber daya air, pengawetan air, pengendali daya rusak air dan fungsi pengamanan tampungan limbah tambang atau tampungan lumpur. Salah satu komponen dalam konsepsi keamanan bendungan adalah kesiap-siagaan tindak darurat.

Penurunan kinerja operasional dan keamanan waduk di Indonesia saat ini dirasakan sudah sangat mendesak untuk ditangani. Salah satu penyebab dari kurang terpelihara fasilitas waduk adalah karena rendahnya kepedulian dan keterlibatan masyarakat sekitar waduk untuk turut memelihara dan mengawasi fasilitas waduk yang ada, tingkat sedimentasi waduk karena makin lunturnya kepedulian masyarakat di daerah hulu untuk menjaga kelestarian daerah tangkapan air. Upaya peningkatan partisipasi masyarakat harus menjadi bagian dari upaya pencapaian tujuan pembangunan sosial yaitu pembangunan yang adil dan berkelanjutan.

Telah dikenali beberapa sumber penyebab terjadinya penurunan kinerja operasional dan keamanan waduk yaitu kondisi waduk yang memburuk akibat keterbatasan anggaran pemeliharaan, kurang memadainya kapasitas organisasi dan SDM yang bertugas mengelola waduk, kekurang-pedulian masyarakat yang tinggal di sekitar waduk untuk turut menjaga dan memelihara waduk serta tingginya tingkat sedimentasi akibat kurang efektifnya pengelolaan daerah tangkapan air.

Berdasarkan kondisi tersebut perlu dilakukan sosialisasi dan pendampingan prosedur rencana tindak darurat dan partisipasi Masyarakat dalam pengelolaan Bendungan di Bendungan Wadaslintang. Bendungan Wadaslintang merupakan bendungan multi purpose dam atau bendungan yang mempunyai banyak fungsi, diantaranya sebagai pemasok utama kebutuhan air irigasi di Daerah Pengaliran Sungainya (DPS) dan juga sebagai PLTA. Bendungan Wadaslintang terletak di Desa Sumberejo di KecamatanWadaslintang Kabupaten Wonosobo dan berbatasan dengan KecamatanPadureso, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah, pada aliran Sungai Bedegolan, Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto, pada koordinat 7⁰ 34′ 39″ LS dan 109⁰ 47′ 53″ BT. Tipe bendungan adalah urugan batu dengan inti miring dan perlindungan lereng berupa rip rap, dengan tinggi dari dasar sungai 125,00 m, volume tampungan normal waduk sebesar 450,62 juta m3, dan volume tampungan maksimum adalah 46,87 juta m3, luas genangan waduk maksimum 1.337,08 Ha dan elevasi puncak bendungan EL. 191,00 m. 

Kelas bahaya hilir bendungan termasuk kelas bahaya sangat tinggi jumlah penduduk yang bermukim di daerah genangan banjir potensi kegagalan bendungan sekitar 317.406 Jiwa atau 79.247 KK dan perkiraan luas genangan banjir akibat keruntuhan bendungan sekitar 30.336 ha. Pemilik bendungan adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, sedangkan pengelola bendungan adalah Balai Besar Wilayah SungaiSerayu Opak.

Pemaparan ini merupakan Pengabdian Kepada Masyarakat yang didanai oleh hibah internak LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Dimana Tim Pengabdian tersebut di ketuai oleh Aan Andriawan, M.T., MCE., IPP dengan dua anggota M.Ramadhani Suryolaksono, M.Eng dan Dwi Retno Astutik, M.T. Pengabdian dilaksanakan hari Rabu, Tanggal 23 Agustus 2024. Visi dari pengangabdian ini adalah terwujudnya masyarakat yang memiliki kepedulian, keberdayaan serta kemampuan untuk berpartisipasi dalam pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan. Sedangkan, misinya adalah memberdayakan masyarakat yang tinggal di sekitar bendungan dan di daerah tangkapan air untuk berpartisipasi dalam pengelolaan bendungan dengan tindakan konkrit antara lain Upaya-upaya pengembangan kapasitas pengetahuan, penyediaan sumber daya dan kelembagaan budaya kemitraan diantara para pelaku Pembangunan. Metode yang akan digunakan dalam program pengabdian mansyarakat ini yaitu survey, observasi, sosialiasi/pelatiahan, pendampingan, monitoring dan evaluasi. Luaran program pengapdian Masyarakat ini antara lain jurmal/publikasi Forum Ilmiah Nasional, publikasi media masa dan video program pengabdian. Pengabdian ini juga selaras dengan Indikator Kinerja Utama (IKU) 3 yaitu Dosen berkegiatan diluar kampus dan IKU 5 hasil kerja dosen digunakan oleh Masyarakat.